Keputusan tidak dibuat di ruang hampa.
Terdapat sejumlah kondisi yang mempengaruhi keputusan-keputusan yang
diambil seorang manajer. Berdasarkan sifatnya, keputusan dapat
dikategorikan sebagai keputusan (1) Terprogram dan (2) Tidak Terprogram.
Berdasarkan kemungkinan kegagalannya, keputusan dibuat dalam kondisi:
(1) Kepastian, (2) Risiko, (3) Ketidakpastian, dan (4) Ambiguitas. Bagan
lengkapnya sebagai berikut:[2]
Gambar 3 Sifat Keputusan versi Daft and Marcic
Semakin mendekati situasi pasti,
gagalnya suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah semakin rendah.
Semakin mendekati situasi ambiguitas, gagalnya suatu keputusan untuk
menyelesaikan masalah semakin tinggi. Semakin mendekati situasi
kepastian, keputusan terprogram bisa dilaksanakan. Semakin mendekati
situasi ambiguitas, keputusan tidak terprogram kerap harus dibuat.
Keputusan Terprogram. Keputusan ini
melibatkan situasi yang kerap terjadi sehingga memungkinkan suatu
keputusan dikembangkan dan diterapkan di masa mendatang. Keputusan ini
merupakan respon atas masalah yang berulangkali muncul. Termasuk ke
dalamnya, misalnya, keputusan untuk memperbaharui stok kertas dan alat
tulis mingguan atau bulanan. Keputusan Terprogram memungkinkan manajer
mendelegasikannya kepada bawahan sehingga ia bisa fokus pada masalah
lain.
Keputusan Tidak Terprogram:
Keputusan ini dibuat sebagai respon atas situasi unik, kurang
didefinisikan, tidak terstruktur, dan punya konsekuensi besar atas
organisasi. Keputusan untuk membuat pabrik baru, membuat produk baru,
memasuki wilayah pasar baru, atau memindahkan kantor ke lain lokasi
merupakan misal dari Keputusan Tak Terprogram.
Daft and Marcic memberi contoh untuk
keputusan ini yaitu keputusan Exxon Mobil mendirikan konsorsium guna
menyedot minyak di Siberia (Rusia Utara). Selaku salah satu investor
terbesar di Rusia, konsorsium tersebut menghabiskan 4,5 juta dollar
sebelum “menyedot” barrel pertama dan diperkirakan menyita modal 12 juta
dollar. Ia mampu memproduksi 250.000 barrel per hari, sekitar 10% total
produksi Exxon di seluruh dunia. Namun, jika perkiraan meleset, raksasa
minyak tersebut yang telah menginvestasikan 4 juta dollar akan
terkapar.
Kepastian: Artinya seluruh
informasi yang dibutuhkan pembuat keputusan tersedia. Manajer punya
informasi seputar kondisi operasional, biaya sumberdaya atau hambatan,
sehingga keputusan bisa diambil dan dilaksanakan lewat serangkaian
tindakan yang terukur.
Risiko: Artinya keputusan punya
tujuan jelas dan dan informasi tersedia, tetapi hasil di masa datang
dari setiap alternatif dalam kemungkinan berubah. Kendati demikian,
informasi yang mencukupi tersedia untuk memungkinkan hasil yang
diharapkan bagi setiap alternatif. Misalnya, untuk memutuskan lokasi
baru McDonald dapat menganalisasi aspek demografi, pola lalu lintas,
persediaan barang, dan kompetisi yang potensialbagi setiap alternatif
lokasi yang mereka miliki.
Ketidakpastian: Artinya manajer
tahu tujuan apa yang mereka ingin capai, tetapi informasi alternatif dan
peristiwa di masa datang tidak lengkap. Manajer tidak punya informasi
yang cukup seputar alternatif atau menaksir risiko. Faktor-faktor yang
berdampak pada keputusan misalnya harga, biaya produksi, volume, atau
tingkat suku bunga di masa datang sulit dianalisa dan diprediksi.
Manajer mungkin harus membuat asumsi guna memaksakan sebuah keputusan,
tetapi jika asumsi salah, keputusan juga bisa salah.
Ambiguitas: Artinya tujuan yang
hendak dicapai atau masalah yang hendak diselesaikan tidak jelas,
alternatif sulit ditentukan, dan informasi seputar hasil tidak tersedia.
Ambiguitas tampak seperti apa yang dirasakan siswa tatkala guru
membentuk kelompok tetapi tidak memberi topik bahasan, arahan, atau
tugas-tugas sehingga siswa meraba-raba apa yang diinginkan si guru.
Model-model Pembuatan Keputusan
Biasanya, pendekatan yang digunakan
seorang manajer tatkala mengambil keputusan jatuh ke dalam tiga kategori
: (1) Model Klasik, (2) Model Administratif, dan (3) Model Politik.
Pilihan atas setiap model bergantung pada pilihan personal tiap manajer,
apakah keputusan Terprogram atau Tidak Terprogram, dan karakter situasi
seperti risiko, ketidakpastian, atau ambiguitas.
Model Klasik: Model ini
didasarkan atas asumsi bahwa manajer seharusnya membuat
keputusan-keputusan yang masuk akal yang sekaligus merupakan kepentingan
ekonomi terbaik bagi organisasi. Model ini berdasarkan atas 4 asumsi
(anggapan dasar) yaitu:
- Pembuat keputusan bertindak untuk memenuhi tujuan yang diketahui dan disetujui. Masalah diformulasikan dan didefinisikan secara tepat.
- Pembuat keputusan menghadapi situasi kepastian, beroleh informasi lengkap. Seluruh alternatif dan pemetaan hasil dapat dikalkulasi.
- Kriteria pengevaluasian alternati diketahui. Pembuat keputusan memilih alternatif yang akan memaksimalkan hasil ekonomi bagi organisasi.
- Pembuat keputusan bercorak rasional dan menggunakan logika dalam menghadapi nilai-nilai, meminta pilihan, mengevaluasi alternatif, dan membuat keputusan yang akan memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi.
Model Klasik juga disebut model normatif karena menjelaskan bagaimana pembuat keputusan seharusnya membuat keputusan. Ia bukan menjelaskan bagaimana manajer sesungguhnya membuat keputusan. Guna dari model klasik ini adalah kemampuannya membantu manajer untuk membuat manajer bersikap rasional atau lebih rasional lagi, karena banyak manajer cenderung membuat keputusan berdasarkan intuisi dan pilihan pribadi.
Model Administratif: Model ini
menjelaskan bagaimana manajer sesungguhnya membuat keputusan dalam
situasi yang dicirikan oleh keputusan Tidak Terprogram, ketidakpastian,
dan ambiguitas. Model ini muncul karena banyak keputusan manajerial
bukanlah bercorak Terprogram dan manajer tidak mampu membuat keputusan
yang rasional secara ekonomi kendatipun mereka menginginkannya.
Model Administratif dalam pembuatan
keputusan didasarkan atas karya Herbert Alexander Simon. Simon
mengajukan dua konsep yang dapat digunakan dalam membentuk model
administratif: (1) Rasionalitas Terbatas dan (2) Pemuasan.
Rasionalitas Terbatas adalah konsep
bahwa orang hanya punya waktu dan kemampuan kognitif (mengetahui) yang
terbatas dalam memproses informasi yang mendasari suatu keputusan.
Keterbatasan seorang manajer untuk memproses informasi organisasi yang
rumit dan terbatasnya waktu yang mereka miliki adalah dasar dari
Rasionalitas Terbatas.
Sementara yang dimaksud dengan Pemuasan
adalah pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang
memuaskan kriteria keputusan yang minimal. Ketimbang mempelajari seluruh
alternatif untuk menjawab satu permasalahan, manajer akan memilih
solusi pertama yang muncul guna menjawab permasalahan, kendati pada
alternatif lainnya solusi yang lebih baik mungkin akan ditemui. Manajer
tidak dapat mengendalikan waktu dan biaya untuk menganalisis seluruh
alternatif jawaban. Asumsi Model Administratif adalah:
- Tujuan keputusan kerap konfliktual dan kurang konsensus di antara para manajer. Manajer kerap kurang tanggap atas masalah dan peluang yang ada dalam organisasi.
- Prosedur rasional tidak selalu digunakan, yang kendatipun ada, mereka dianggap pandangan yang simplistik atas masalah yang tidak mampu menangkap kerumitan organisasi yang sesungguhnya.
- Pencarian manajer atas alternatif terbatas akibat hambatan manusia, informasi, dan sumber daya.
- Sebagian besar manajer cenderung pada solusi pemuasan ketimbang maksimal, sebagian akibat mereka hanya punya informasi terbatas dan sebagian karena mereka hanya mengenali kriteria yang mereka pahami saja.
Model Administratif juga menggunakan intuisi. Intuisi adalah pengenalan instant atas situasi keputusan berdasar pengalaman manajer sebelumnya tetapi tanpat pemikiran yang sadar. Pembuatan keputusan secara intuitif bukanlah irasional karena ia didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun dan penanganan langsung atas masalah oleh seorang manajer.
Model Politik: Model ini berguna
untuk membuat keputusan Tidak Terprogram dengan kondisi
ketidakmenentuan, terbatasnya informasi, dan manajer saling berbantahan
seputar tujuan yang hendak dicapai atau tindakan apa yang harus dibuat.
Dalam organisasi, kerap masing-masing manajer mengejar tujuan yang
berbeda dan mereka harus bicara satu sama lain untuk sharing informasi
dan meraih kesepakatan.
Untuk membangun kesepakatan dan mengejar
tujuan, para manajer membangun koalisi. Koalisi adalah aliansi informal
di antara para manajer yang mendukung tujuan spesifik yang sama. Model
Politik paling mendekati situasi pembuatan keputusan yang sesungguhnya.
Asumsi yang mendasari model ini adalah:
- Organisasi terdiri atas sejumlah kelompok yang beda kepentingan, tujuan, dan nilai-nilai. Para manajer menunjukkan kondisi saling tidak setuju, punya prioritas sendiri-sendiri, dan mungkin tidak saling memahami berbagai tujuan dari pengambilan keputusan tersebut.
- Informasi bersifat ambigu dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh kerumitan dari sejumlah masalah seperti halnya dengan hambatan-hambatan personal dan keorganisasian.
- Manajer tidak punya waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk mengidentifikasi seluruh dimensi masalah dan memproses infomasi-informasi yang relevan. Manajer saling bicara satu sama lain dan bertukar sudut pandang guna memperoleh informasi dan mengurangi ambiguitas.
- Manajer terlibat dalam tarik ulur perdebatan untuk memutuskan tujuan pengambilan keputusan seraya mendiskusikan alternatif keputusan. Keputusan yang dihasilkan adalah hasil tawar menawar dan diskusi di antara anggota koalisi.
http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/pengambilan-keputusan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar