Kopi untuk Ayah
Kutahu engkau sangat lelah
Setelah membanting tulang
Demi kami sekeluarga
Siang malam
Engkau bekerja
Dengan sedikit istirahat
Kerja lagi dan kerja lagi.
Kini engkau duduk di kursi
Tunggulah Ayah
Kan kubuat secangkir kopi.
Terimalah Ayah,
Kopi manis pelepas dahaga
Walau hanya secangkir
Cukup untukmu seorang.
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang
diriku,
menggigir juga ruang di mana dia
yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi
semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d)
sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam
diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah
baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak
lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan
peristiwa berlalu beku
Maju
Pengarang: Chairil Anwar
Kategori: Chairil Anwar, Pahlawan
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap
merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah
rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak
terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
I liked the first poem of "Kopi untuk ayah", because it reminded me of a poem by my father struggle, he has been working very hard for the family and he never complained of anything he felt. I loved my dad. he is a real hero to me.